Cari Blog Ini

Senin, 14 Desember 2009

80 meter band

Preface
Mungkin ini akan mengajak pembaca untuk bernostalgila sejenak di tahun 80an, atau mengenal perihal yang sebelumnya belum pernah anda kenal, atau bagi yang ingin mencoba-coba untuk napak tilas silahkan, dan ini kebetulan “mainan” saya diwaktu-waktu yang lampau, dimana komunikasi tidak sehebat sekarang, dan inipun jaman dahulu sudah top marsotop di jamannya. Jaman itu belum dikenal dengan apa namanya chatting, sms, messenger, lha wong komputer saja adanya tjap jangkrik yang baru dimiliki oleh laboratorium komputer di sekolah-sekolah atau kalau ada di kantor ya kantoran yang bonapit. Jadi belum pernah terbayang jika bakal ada laptop, modem, hp yang bisa internetan dan dipake modem murah meriah, apalgi instilah hsdpa, 3g, 3,5g, gprs, walah….. gsm dan cdma atau amps yang mbahnya masih belum lahir. Selain 80m sebenarnya ada 2m, tapi sengaja tidak saya bahas, karena tidak heboh cara membuatnya, tinggal beli urusannya selesai.

Prinsip Kerja
80m band adalah radio komunikasi dua arah, jadi jika ada satu station yang sedang memancar, maka ada satu atau lebih station yang dapat mendengarkan. Untuk dapat berkomunikasi maka dua station akan memancar dan mendengarkan secara bergantian agar pancaran tidak saling timbrung, setiap akhir pancaran menyebutkan kata ”ganti” atau ”over” sebagai tanda bagi lawan bicara, karena tidak mengenal tone/ roger beep. Dan agar beberapa station dapat berkomunikasi secara lancar dan tidak crowded saling timbrung maka harus bergantian, jika dua station sedang berkomunikasi, station lainnya mendengarkan dengan tenang sambil menunggu giliran. Giliran ini diatur oleh salah satu station yang berfungsi sebagai net kontrol. Untuk ikut nimbrung dalam komunitas net pada frekwensi tertentu ini, station harus masuk dahulu, dan “mendaftarkan” diri pada net kontrolnya. Dalam satu net harus bekerja dalam frekwensi yang sama, dan sebagai patokan untuk menyamakan frekwensi, yang biasa disebut zero beat, adalah frekwensi pancaran net kontrolnya.

Pancaran Pemancar
Penyamaan frekwensi ini penting agar bandwith dapat dipergunakan dengan effisien oleh ratusan bahkan ribuan station diseluruh nusantara. Lebar pancaran (bandwith) masing-masing station juga tidak boleh lebar-lebar, hal ini dipengaruhi oleh kualitas pemancarnya, lagipula juga bandwith lebar, maka daya pancar yang dihasilkan tidak akan maksimal, karena tersebar di selebar bandwith, selain itu juga mengganggu station yang berdekatan atau istilah kerennya splatter. Splatter juga terjadi karena frekwensi anakan (harmonisa, dulu disebut harmonic), dan kebetulan harmonisa 80met pas banget dengan frekwensi VHF TV. Jadi kalo brik-brikan pas ada siaran TVRI gambarnya bisa kisruh, bisa-bisa genteng kita dilempar orang pake batu. Diakali macam-macam ndak bisa, lha wong harmonisanya puasss banget, kalao di filter pancaran utamanya bisa ikutan di bonsai. Jadi jaman itu yang siaran kan baru TVRI (Televisi Ribut Iuran) yang siarannya malam hari doang, kecuali hari minggu, tapi ndak masalah, hari minggu kan acaranya laen lagi, jadi kalo main brik-brikan ya sepulang sekolah sampai maghrib biasanya lokal-lokalan, terus dilanjutin aktivitas lain dan belajar sampai siaran habis jam 11-an malam. Abis itu mainan lagi sampai ngantuk beneran, nah yang malam hari ini yang heboh, pancarannya ndak cumak local-lokalan tetapi bisa skip sampai ribuan kilometer. Lhoh kok bisa, lanjutin ya…

Pancaran
Dalam ilmu radio, 80met masuk dalam spectrum VHF atau radio gelombang pendek (short wave = SW), yang menggunakan jenis pancaran AM (amplitude modulation), dimana informasi frekwensi suara (biasa disebut speech) yang 20hz -20khz ditumpangkan pada frekwensi radio (biasa disebut carrier) yang 3,5Mhz, jadi besarnya amplitude berubah-ubah sesuai dengan frekwensi dan volume frekwensi suara sedangkan frekwensi pancarannya tetap.

Pancaran Siang Hari dan Malam Hari
Walah, radio kok ngerti wayah, ya memang. Pancaran di siang hari adalah mengikuti teori gelombang tanah, yaitu merambat sesuai kontur tanah, karena di siang hari atau ketika sedang ada sinar matahari lapisan ionosphere di langit yang berfungsi untuk memantulkan frekwensi radio SW sedang istirahat. Jadi jarak jangkauannya ya cukup lokal-lokalan saja, paling pol sampai 60 km sudah mentok. Sedangkan jika malam hari, lapisan ionosphere yang tadinya menguap akan terbentuk lagi, dan siap bertugas memantulkan frekwensi radio SW. Nah dimalam hari inilah pancaran 80met bisa mencapai ratusan km tergantung kualitas pemancar, daya pancar, dan yang penting keahlian pemakainya dalam melakukan zero beating (penyamaan frekwensi) dan tuning (penyelarasan) antenna, walah ribet pol. Tapi kalo berhasil, senenge ora jamak, wis talah pokoke seneng pol.

Ionosphere…?, Buktine Opo
Nek ora percoyo, cobak sampeyan nguripi radio SW di siang hari, kan ora krungu opo2 mek kemresek thok, lha kalau malam hari sampek bisa mendengarkan siaran yang bahasanya ndak ngerti, iya kan, nah…. itu tadi teorinya. Makanya radio jadul RRI, RASI dan BBC (yang pancaran langsung dari sononya, bukan direlay lewat satelit terus dipancarkan di FM lho ya…?), kalau pas siaran milih petang hari dan dini hari, biyen pas belum ngerti sok protes kok waktune siaran gak pas blas karo jadwale wong indonesia, sebab-e di pasne dengan jadwal adanya ionosphere itu tadi.

Penerimaan
Jangan tertawa ya…, radio penerima brik2an di 80met ini menggunakan radio pada band SW atau tepatnya di SW-1, jadi jadul banget ya. Jaman itu radio cap komplit biasanya dilengkapi dengan MW (medium Wave), SW-1 sampai SW-4, kalau ndak ya cukup MW dan SW, belum ada yang pake FM, FM itu panganan opo juga belum pada mudheng, kalau ada yang punya radio FM kok bunyinya ngosos thok, gawe opo kuwi. Saya dulu untuk brik2an radio cap cawang yang terkenal sensitive, dan harus memakai batteray, sebab kalo pakai listrik sensitivitasnya akan berkurang, lagian jaman itu belum ada listrik, hua ha ha.., banyak juga yang pake radio cap Nasional juga terkenal sensitive, biasanya teman-teman pada nyabotase radione bapakne atau mbahnya, he he he.
Antenna Pemancar
Pemancar menurut teorinya bekerja pada frekwensi 3,5Mhz sampai dengan 3,9Mhz, walau pada prakteknya mblakrak-mblakrak sampai jauh dibawah dan di atas frekwensi itu, karena pas itu di siang hari sekali waktu bisa puluhan station lokalan yang on air, bandwith lokalan kan lebar, ngobrol dan mojok sendiri-sendiri dengan pacarnya, jadi jatah bandwithnya jadi kurang, bahkan dulu bisa mojok di 2,5Mhz atau mblakrak sampai di 5Mhz, orang hidup di desa, pancarannya juga ndak bakal jauh-jauh, radio SW juga ndak ada yang ndengerin kecuali malam hari, jadi ya ndak ada yang protes. Lagian mojok-mojok begitu tidak semua station bisa melakukannya kecuali yang mempunyai trik-trik khusus karena keterbatasan oscilator (komponen utama penghasil frekwensi) yang dibuat tidak bisa mencakup semua frekwensi, begitu pula tuning dan antenna yang digunakan.

Panjangnya
Menurut teori Panjang Gelombang (Lamda, dalam meter) adalah Kecepatan Cahaya (K = 300.000.000 meter/ detik) dibagi dengan Frekwensinya (Hz) , atau jika dituliskan dalam rumus
Panjang Gelombang (meter) = K / frek (Hz)
Jika:
3,5 Mhz = 3,5 x 1.000.000 Hz = 3.500.000 Hz
K = 300.000.000 meter per detik
Anggaplah frekwensinya 3,5Mhz sampai 3,9Mhz, kecuali kepingin mojok dan mblakrak ke frekwensi lain
Jadi panjang gelombangnya
= 300.000.000/3.500.000 = 86 meter
= 300.000.000/3.900.000 = 77 meter
Atau kalau pingin pasnya ya di 80 meteran sajalah,  karo kanca dhewe rasah itung-itungan.

Cara Membuatnya
Antenna menggunakan antenna ½ gelombang atau biasa disebut dengan open dipole ½ gelombang, yang dibangun dari bentangan kabel serabut tembaga sepanjang ½ x 80meter x 0,95 = 38 meter. 0,95 adalah nilai konstanta konduktor, teorine nek tak tulis mesthi sampek mblenger-mblenger, intinya begini kalau pancaran radio dengan panjang gelombang 80 meter adalah ketika merambat di udara, maka jika merambat di konduktor tembaga akan mengalami pemungkretan (boso opo neh iki) dengan konstanta sekitar 0,95, wis talah percoyoo ae timbang mumet. Nah kabel 38 meter tadi di potong pas tengah-tengahnya untuk disambung dengan kabel koaxial yang bisa menggunakan kabel RG-58 (kalau jaman dulu kabel beginian susah dibeli, jadi pake kabel apa saja yang dipelintir) yang mempunyai impedansi sekitar 50ohm sampai 75ohm. Kabel ini panjangnya boleh berapa saja, dan sesingkat-singkatnya dan selurus-lurusnya dari tengah antenna ke pemancar, jadi biasanya tiang tengah ini letaknya tidak jauh-jauh dari jendela kamar. Sambungan tengah ini dipisahkan sekitar 1-2 cm, dapat menggunakan pipa PVC 1inch yang dilubangi untuk mengait kedua kabel , dan sekaligus mengait tambang di tengah-tengahnya untuk mengerek antenna jika menggunakan tiga buah tiang. Begitu di ujung-ujungnya menggunakan potongan pipa pvc untuk mengait kabel dan tambang penariknya, dan sekaligus menjadi isolatornya. Untuk membentangkan kabel sepanjang 38 meter ini, dapat dilakukan dengan berbagai cara, pertama dengan satu tiang di tengah, dan kedua ujungnya ditarik ke mana saja, baik pepohonan rumah atau pagar, sehingga membentuk huruf V- terbalik atau disebut dengan Inverted Vee. Tiang tengah menggunakan batang bambu 9 sampai 10 meter. Cara kedua dengan menarik kedua ujungnya pada tiang bambu dan bagian tengahnya dibiarkan menggantung dengan kabel feeder menuju kebawah. Cara ketiga yang paling bagus karena bentangan akan lurus jika menggunakan tiga tiang yang tingginya sama dan diletakkan segaris. Dalam pada itu membentangkan antenna sepanjang itu tidak menjadi masalah, lha wong pekarangan luas ndak karuwan, bambu juga tinggal motong di kebun, kalau ndak punya ya minta orang motong di pinggiran kali saja juga boleh. Bahkan ada yang nekat mendirikan 2 buah antenna yang satu berguna untuk mojok-mojok di frekwensi bawah (antenna lebih panjang) dan lainnya berguna untuk mblakrak di frekwensi atas (antenna lebih pendek). Dalam prakteknya bentuk antenna macam-macam tergantung ketersediaan material yang ada dan selera pembuatnya, bisa nyangkut di pohon kelapa, wit asem, kerekan manuk kutut, nunut antenna TV, dan lain sebagainya. Bahkan ada yang nekat menaikkan batang bambu petung diatas pohon kapuk yang tinggi, wah.. nggilani pokonya.

Sekarang…?
Mendirikan antenna sepanjang 38 meter dijaman sekarang bisa kisruh urusannya, apalagi kalau tinggalnya di perumahan yang padat. Punya pekarangan sepanjang 38 meter di perkotaan adalah sesuatu yang mewah, kalau di kampung pekarangan panjangnya bisa ndak karu-karuwan, kalaupun terpaksa nitip ke pohon tetangga atau nyebrang jalan, bukan karena pekarangannya yang kurang lebar, tetapi ngepasin posisi tengah antenna biar pas di bawah kamar.

Cara Kerja Pemancar Dan Penerima
Ketika mendengarkan (Receiving/ Monitoring)
80m-11
Ketika mendengarkan (receiving/ monitoring), yang menerima supply arus (on) hanya radio penerima saja. Antenna terhubung ke radio (walau secara tidak langsung, hanya induksi ke coil antenna saja) untuk menambah sensitivitas, tetap masuk ke pemancar juga tidak masalah. Disini radio diputar-putar tuning frekwensinya untuk mendapatkan siaran dari lawan bicara.

Ketika zero beating (penyamaan frekwensi)
80m-21

Ketika menyamakan frekwensi, yang menerima supply arus (on) hanya radio dan oscilator saja, yaitu bagian pemancar yang berfungsi untuk membangkitkan frekwensi, ukurannya kecil saja. Pada saat ini antenna terhubung ke pemancar agar pancaran dari oscilator tidak terlalu besar diterima oleh radio. Reaksinya nanti ketika knop oscilator memutar variabel kapasitor diputar-putar akan terdengar suara mencuit-cuit di radio ketika frekwensi osilator sudah mendekati frekwensi lawan bicara, jika sudah pas benar akan kita dengar nada beat, begitu biasanya teman2 menyebutnya, berarti kita sudah zero beat, satu frekwensi.
Oscilator yang baik hanya akan mengeluarkan satu frekwwensi keluaran, bukan gemruduk disertai dengan harmonisa-harmonisanya, sehingga menyulitkan ketika zero beat dan memaksa operator mencari induk dari frekwensi yang dihasilkan.

Memancar (Transmitting)
Setelah posisi frekwensi sama, siap untuk transmitting. Pada posisi ini supply arus ke radio penerima harus dimatikan, kalau tidak radio bisa rusak jika pancaran pemancar cukup besar, atau efeknya akan mendenging akibat feedback dari microphone pemancar dan speaker radio penerima. Kecuali dilakukan ketika kita sedang testing pemancar, merakit dan mencoba-coba rangkaian, itupun jaraknya tidak boleh terlalu dekat dengan pemancar. Supply yang masuk adalah ke oscilator, pemancar dan modulator, dan posisi antenna masuk ke pemancar.
Bagaimana Membuat Pemancar dan Penerima
Ketiga syarat yang harus dipenuhi sebelum melangkah (ini hukumnya wajib) yaitu adalah dibawah ini:
Syarat-1
Ada kemauan, iki penting, anda memiliki semua, tetapi nek emoh tandang gawe, ya ndak jadi apa-apa, cumak jadi angan-angan doang, iya ndak. Syarat utama bagi yang akan mencoba membuat pemancar dan penerima 80 meter, dimana syarat ini bahkan tidak dapat dibeli, tetapi ada dalam diri. Untuk mendapatkan syarat pertama ini mungkin cukup cari inspirasi sambil nongkrong ketika buang air besar, tapi bisa berbulan-bulan.
Syarat-2
Syarat kedua ini sebagian bisa dibeli dan sebagian besar perlu usaha keras. Yaitu ada tempat untuk mendirikan antenna, anda tidak perlu risau dengan panjang antenna yang 38meter itu, dengan berbagai cara antenna itu dapat diberdirikan, jika panjang pekarangan anda cumak separuhnya, maka yang separuh panjang antenna bisa di dibelokkan ke bawah pada ujungnya, jadi yang dibentang hanya 19meter, 19meter sisanya dibagi dua masing-masing 9,5meter ditarik vertikal kebawah sepanjang tiang (jadi seperti huruf M). Jika lebih sempit lagi, bisa juga sisa yang tidak dapat dibentang dimungkretkan (opo meneh iki) dengan cara dililitkan pada pipa PVC 3 inchi, misalnya cumak bisa ngolor kabel sepanjang 12meter, maka yang 26 meter dililitkan pada pipa PVC. Kalo kebangeten ndak bisa ngolor kabel, buwat saja antenna vertical (berdiri tegak) dengan mendirikan pipa PVC 3-4 inchi satu batang di atap rumah yang di ujungnya dikasih pecut dari bahan alumunium dimana panjang total pecut dan kabel yang dililitkan sepanjang pipa PVC adalah 38meter/2 = 19meter. Inilah yang disebut antenna vertical ¼ gelombang. Semakin panjang pecutnya semakin baik. Antenna jenis ini menuntut grounding yang baik agar bekerja dengan sempurna. Jadi jika urusan yang ke atas selesai (maksudnya antenna) maka dilanjutkan ke urusan yang ke bawah, yaitu pasang grounding yang baik. Caranya mudah, materialnya cumak perlu besi beton atau besi behel utawa beton esser yang panjangnya kiro2 dua meteran, ujung yang akan di bless- kan ke tanah dilancipi (di gebukin pake palu) terus ujung yang atas diplungkerkan (walah boso apa lagi ini) sehingga menyerupai eye bolt sehingga bisa dimasukkan baut untuk koneksi kabel. Cari posisi yang enaks, misalnya dibawah jendela untuk menge-blesskan besi behel ini, basahi tanahnya biar empuk, kalau anda beruntung besi 2meter ini bisa ngebless semua, jika ndak, bakalan ketemu batu, ya pindah lagi posisinya, guampang toh…. Syarat kedua ini memang membutuhkan banyak tenaga, konsentrasi dan bantuan tetangga jika perlu.
Syarat-3
Syarat ketiga ini agak rumit, kalau anda punya duit banyak belum tentu berhasil, jadi harus ada sedikit perjuangan untuk mendapatkannya. Apa itu…?: Harus punya radio yang mempunyai gelombang penerimaan SW, radio jenis ini sekarang sudah langka di toko. Jika anda beruntung dan punya uang bisa mendapatkan radio yang komplit MW, SW-1 sampai SW-6 heterodyne jenis baru yang peka. Jika tidak usahakan menggunakan radio MW dan SW jadul yang lebih peka, ciri khasnya menggunakan rangkaian transistor didalamnya, belum menggunakan IC sebagai penguat frekwensi tengahnya (IF- intermediate frequency) dan gunakan batteray, jangan menggunakan listrik. Ngerti kan, radio yang kotaknya dari kayu atau harplex, ada juga yang sudah pakai plastik keras, dimana kalau ingin mengganti batterynya arus membuka tutup sisi belakangnya sehingga komponennya terlihat semua. Hindari menggunakan radio modern yang dilengkapi dengan tape, karena jenis radio ini hanya cocok untuk hiburan, jadi gelombang SWnya cenderung tidak peka, penguat IF nya sudah pakai IC, terkadang tidak komplit, hanya sekedar ndengerin siaran lokal.
radio-sw-lumayan

yang begini oke
radio-sw-bagus


ini impian, oke banget

radio-campur-tape

yang begini jangan

Langkah-langkah pengerjaan
Jika anda sudah memiliki ketiga syarat tersebut, kita ikuti langkah2 dibawah ini, yang saya sebut mudah karena langkah-langkah dibawah ini mudah didapatkan, dibeli dan dilakukan jika sudah memiliki ketiga syarat diatas.
Langkah-1
Modifikasi radio anda, modif yang pertama adalah pasang relay pemutus daya, tegangan coil relay 12V sesuai dengan tegangan pemancar yang akan di buat. Jika tegangan pemancar pakai 15V juga ndak apa-apa, toh coil masih kuat menerima tegangan sampai segitu. Yang difungsikan adalah kontak NC (normally close, kondisi normalnya nyambung). Caranya gampang, putus kabel (+) yang menuju batteray, lalu kedua ujung disolderkan ke terminal kontak NC wolak-walik sami mawon. Kemudian terminal coil dihubungan ke kontra jeck (pakai saja kontra jeck DC yang murah), jadi cara kerjanya begini, dalam kondisi normal radio kelihatan biasa-biasa saja, nah pas dipakai brik-brikan kabel jeck dari pemancar di colokkan ke kontra jeck yang yang akan menyalurkan arus menuju relay ketika pemancar on air, jadi pas pemancar hidup, ostosmastis radio jadi mati, gampang kan, walah gitu saja neranginya se bakul, he he he…
Jadi anda butuh: relay 12V NO/NC, kontra jeck DC, jeck DC dan kabel kira2 semeter saja.
jaka-relay-auto-off


Langkah-2
Pasangkan VU meter pada radio anda, ini ethok-ethoknya merupakan s-meter (strength signal meter). Caranya adalah: cari transistor yang merupakan penguat IF pertama atau kedua, jangan yang ketiga ndak bisa. Nah pada kaki emitornya biasanya ada resistor menuju massa. (Saya sebut massa bukan berarti saya pura-pura ndeso, memang begitu adanya, soalnya radio jadul banyak yang masih pakai transistor PNP dimana massa adalah kutub + batteray). Nah arus yang lewat resistor yang nilainya antara 200 sampai 500 Ohm ini yang akan kita “colong” untuk menggerakkan VU-meter. Agar gerakan VU-meter tidak njedhug karena VU-meter kan menarik arus kuecil pol, maka VU-meter kita seri dulu dengan resistor variable (trimpot) yang nilanya sekitar 1Kohm sampai 5Kohm. Cara kerjanya, gerakan jarum VU-meter tergantung dari besarnya signal yang diterima oleh rangkaian tuning dan mixer yang kemudian di perkuat IF. Kalau gerakan VU-meter ini agak lucu (terbalik), tergantung VU-meter yang anda punyai posisi nolnya di kiri apa dikanan, ya balikkan saja posisi VU-nya, he he he, namanya juga usaha….
Jadi anda butuh: VU-meter, trimpot 1Kohm sampai 5Kohm (tergantung jenis radio).
jaka-s-meter

Langkah-3
Buwat Power supply, rangkaian cukup sederhana karena cukup power supply yang tidak dilengkapi dengan regulator tegangan, namun memerlukan arus yang cukup besar. Transformator yang diperlukan ukurannya harus cukup, bisa 10 sampai 15 Ampere, jika anda ingin lebih juga boleh. Kapasitornya harus cukup besar agar ripple yang dihasilkan tidak akan menghasikkan suara berdengung nantinya. Bagi yang hobby elektronika pasti sesuatu yang mudah untuk merakit power supply ini. Agar anda tidak “buta” saat merakit, maka sebaiknya dipasang Ampere meter pada power supply ini, ini sering dilupakan dan di remehkan oleh teman-teman dan dianggap hal tidak penting, tetapi dari mana kita tahu pemancar kita “makan” daya berapa kalau tidak dipasang ampere meter…? Jadi anda butuh: Transformator, dioda brigde, kondensator, amperemeter, fuse, sakelar, lampu indikator, kabel2 dan kotak tentunya
jaka-power-supply


Langkah-4
Okey, kita mulai main dengan merakit oscilator. Oscilator adalah komponen terpenting dari pemancar, kita merakit oscilator yang paling mudah dibikin. Langkah pertama adalah membuat kumparan osilator, barang ini ndak ada yang juwal, harus dibuwat sendiri dengan menggunakan selongsong atau koker yang diameternya kira-kira 2cm-an. Boleh pakai spidol atau rumah starter lampu TL (yang plastik lho, bukan yang alumunium). Kawat email antara 0.2mm sampai 0,3mm. Caranya cukup mudah, oles-olesi dahulu selongsong/ koker dengan lem Castol atau Aica Aibon, tunggu kering, kemudian lilitkan kawat email tersebut dengan hati-hati sehingga membentuk lilitan, jangan renggang atau numpuk-numpuk, usahakan kawatnya tidak kusut, jadi harus mulus, untuk mematikan kawat di ujung2 kumparan agar tidak lepas jangan dilakukan dengan cara diikatkan pada lubang yang di buat di koker (ini berarti kawatnya kan jadi kusut), jadi biarkan saja kan sudah di lem…?, atau perkuat lagi dengan lem atau isolasi. Kumparan yang jelek dengan kawat yang rusak/ bekas/ kusut/ diikatkan akan menyebabkan frekwensi yang dihasilkan juga jelek. Wis talah percoyo ae, pokoke gawe sing apik. RFC adalah Radio Frekwensi Choke, yang ini jaman sekarang masih bisa dibeli, pakai yang ukuran 100mA. Namun, dengan semakin modernnya jaman, benda ini juga semakin langka, untuk itu bisa juga dengan di buat sendiri dengan Inti ferriet spul antenna radio yang dipotong kira-kira 3cm, padanya dilitkan kawat email 0,2mm sampai 0,3mm sebanyak 3 lapis. Jadi lilit penuh dengan bantuan lem seperti kumparan osilator diatas, kemudian tutup belitan dengan isolasi kertas, diatasnya di olesi dengan lem, jika sudah kering baru ditumpuk lapisan berikutnya, demikian sampai tiga lapis. Untuk merakit oscilator ini bisa menggunakan PCB universal (lubang-lubang) untuk IC, sambungan antar komponen usahakan sependek mungkin dan jalur solderan setebal mungkin, karena ini bukan karya seni maka rakitan tidak perlu kelihatan rapih, yang penting saya ulangi ”sambungan antar komponen sependek mungkin” termasuk kabel yang menuju ke kapasitor variable (Varco), jadi teorinya untuk menghilangkan efek kapasitas liar (walah keminter bin kementhus), nek diterangkan pokoknya bisa sak ember, jadi sampeyan kudu percoyo begitu saja. Komponen lainnya dapat dibeli dengan mudah, oh ya transistornya pake C829, digambar lupa ndak ketulis, dan R yang dari emitor ke ground itu nilainya antara 220 ohm sampai 470 ohm. Jika sudah selesai yuk kita cobak, hidupkan radio penerima/ receiver pada SW dan setel tuning gelombang pada 3,5 MHz atau disitu ketulis 3,5 Mc, letak radio jangan jauh2 dari rangkaian. Masukkan supply ke rangkaian, dan putar2 varco sampai ada sinyal yang masuk ke radio (di speaker bunyi dug dug jika pas akan cuiiiiittt, s-meter bergerak) pertanda frekwensi yang dihasilkan sama dengan setelan tuning pada radio. Jika tidak berhasil, jangan kecil hati, cobak tambahi kabel kira-kira 5cm pada ujung kapasitor yang 100pF pada kolektor transistor (mungkin butuh antenna tambahan), cobak lagi cara diatas, kalau tidak berhasil berarti rangkaian perlu di cek. Oh iya, ketika anda berhasi, cobak dekatkan tangan di kabel yang menghubungkan rangkaian ke Varco, frekwensinya bergeser bukan…?, nah bukan itu saja, ketika tangan mendekati varco pun frekwensi sudah berubah bukan…?, nah nantinya Varco nempel ke box pemancar yang terbuat dari logam yang terhubung ke netral (ground), lubangnya harus puasss betul, jangan kegedean agar efek berubahnya frekwensi kalau tangan mendekat ini tidak terjadi karena badan varco secara ostosmastis sudah terlindungi oleh ground oleh pelat yang menjadi panel bagian depan box pemancar. Nah sampai disini berarti anda sudah berhasil membuat pemancar, walaupun kecil, tapi ini sumber dari pancaran yang akan diperbesar nantinya. Pasangkan rangkaian ini serapih-rapihnya dan kabel sependek-pendeknya ke box, posisi yang paling top marsotop adalah di bagian kanan depan karena Varco letakknya kan di sisi kanan depan box.


jaka-oscilator



Langkah-5
Oke, jika bagian pembangkit frekwensi pada pemancar sudah selesai, sebaiknya tidak buru-buru meneruskan bagian penguatnya, tetapi kita buat dahulu bagian modulatornya. Modulator adalah bagian penguat frekwensi suara, jadi ya seperti amplifier saja, bisa menggunakan amplifier sembarang. Karena yang kita bicarakan adalah barang jadul, maka yang saya berikan contohnya adalah rangkaian jadul pula, ini adalah modulator yang menggunakan rangkaian push pull pada penguatnya, sedangkan pada penguat awal menggunakan IC LA 4440 yang mudah didapatkan dan mudah dirakit pada jamannya, itu alasan pertamanya; sedangkan alasan keduanya, agar power supply tetap menggunakan 12V-15V DC, kalau pakai OCL atau OTL kan terpaksa pakai power supply lain lagi yang tegangannya simetris (+), 0, (-). Yang mungkin memerlukan sedikit perjuangan di jaman sekarang adalah mendapatkan transformator IT dan OT426. Jika trafo jenis ini sudah tidak didapatkan barang baru lagi di toko, ada dua alternatif, pertama terpaksa harus mencari barang bekas, yaitu transformator OT (alhamdulilah kalau bisa menemukan IT-nya) yang biasa digunakan pada amplifier lapangan yang memakai accu, bisa merk apa saja, kalau nyebutin merk ntar dikira promosi. Alternatif kedua adalah dengan menggulung ulang transformator step down, jadi kita beli trafo stepdown 5 Ampere yang mempunyai gulungan primer 220V dan skunder CT-12V. Yang gulungan skunder CT-12V tadi impedansinya sudah pas dihubungkan dengan kolektor transistor output, nah masalahnya yang gulungan 220V itu tadi impedansinya kegedean kalao dihubungkan dengan pemancar, jadi harus yang gulungan primernya dibongkar dan diganti kawat seukuran skundernya terus digulung ulang setara/ kira-kira sama dengan gulungan 12V (sama teman sendiri kalau cumak selisih 5 sampai 10 belitan ndak jadi soal). Jadi trafo tadi seakan-akan menjadi primer 12V, dan skunder CT-12V, cumak sekarang cara masangnya dibalik, yang CT-12V menjadi primernya yang nyambung dengan kolektor transistor power push pull, dan yang 12V menjadi sekundernya yang berhubungan dengan transistor final bagian pemancar nantinya. Transformator IT, bisa menggunakan IT apa saja, bisa IT191, IT240 atau IT426, yang berfungsi sebagai pembalik fasa, jika trafo ini terpaksa digulung sendiri, tatacaranya sama dengan cara mengakali transformator OT, cumak ukurannya ndak perlu 5Ampere, cukup 500mA sampai 1 Ampere saja, kalo kekecilan juga sulit ngakali gulung ulang kawat emailnya.
Mencoba rangkaian ini cukup mudah, sama dengan cara kita kalau sedang mencoba amplifier, hubungkan output OT dengan speaker, terus kita coba halo-halo, volumenya keci saja agar tidak mberisiki tetangga atau dikira katro, tapi yang jelas akan feedback, mbenging ndak karu-karuwan, karena mic condensor kan peka bangets. Kalo pingin nyobak volume poll (ngetes powernya), jangan pake mic, lepas rangkaian pre mic, dan gantikan posisinya dengan inject dari sumber suara yang lain, misalnya dari MP3player atau Cdplayer. Kualitas suara rangkaian push pull tergantung nilai Resistor RX pada rangkaian, semakin kecil nilai RX berarti rangkaian semakin liniar switchingnya, semakin bagus suaranya, tetapi semakin panas transistornya, yang berarti semakin boros daya (ini kan termasuk rangkaian penguat kelas B, bingung ya, okelah ndak usah ngerti juga ndak apa-apa besok-besok tak terangin yang versi njlimetnya, itungane susah pol, ndase iso mumet nek mikiri iki, kita cari gampangnya saja ya). Masalah boros daya ini jaman sekarang mungkin ndak jadi soal karena pakai listrik, tapi pas jaman pakai accu dulu menjadi masalah penting, jadi soal linearitas suara secukupnya saja asal tidak mbrebet dan bisa maksud ngablaknya cangkem bisa dimengerti lawan bicara, dan transistor tidak panas. Jadi Resistor RX bisa antara 220 ohm sampai 1Kohm, silahkan dicoba2 karena tergantung kualitas transistor dan trafo output yang digunakan, cari yang paling pas, yaitu suara tidak mbrebet dan transistor tidak begitu panas. Bisa saja menggunakan Resistor NTC 220 ohm, tetapi saya ndak yakin Resistor NTC masih ada yang jual. NTC= Negative Temperatur Coeficient, orang jaman dulu saja suka mreteli radio rusak.
Nah berikut ini gambar modulator komplit dengan bagian transmitternya (mau nggambar lagi males rek, sekalian ben ketok nek jadul tenan…)
transmitter-80m-1-jaka
Mengenai modulator ini pernah di  “doboskan” dalam versi bahasa jawa (untuk yang ndak mudeng bahasa Jawa mohon dipersori ya), majalah Panjebar Semangat terbitan Surabaya ini, saya ndak tau hari ini masih terbit atau tidak, dan tanggal bulan penerbitan perndobosan masalah modulator ini juga tidak tercatat, nggak ilang saja sudah bagus….., sori kalau ndak begitu jelas, besok kalau ono rejane jaman mau digambar ulang.
modulator-100w-ps-jaka

Karena ada permintaan dari pengunjung blog ini yang menginginkan rangkaian skema 80 meter band dari tabung final 807, berikut ini scan skemanya, terakhir saya merakit pemancar ini tahun 2000,  itupun bukan untuk dipakai sendiri, tetapi request dari teman, mbuh saiki barange kemana dan masih dipakai atau tidak, yang jelas waktu dicoba berfungsi dengan baik, untuk power supplynya akan dibahas tersendiri karena memerlukan perjuangan tersendiri dalam membuat transformator step up sampai 600 dan 700 volt untuk bagian finalnya.
transmitter-80m-tabung-807-jaka

Berikut ini gambar lengkap dengan modulatornya:
transmitter-80m-807-modulator-jaka


besok dilanjutin yach…

10 komentar:

  1. ass.. mas.. kok skema radionya seponggol2 sih..? kalo bisa, tlong donk skemanya diperjelas dan lengkap adanya. trims

    BalasHapus
  2. mau yg komplit plus pcbnya ada di agustomank.wordpress.com

    BalasHapus
  3. wah..keren nih mas..salut buat mas..pinter tenan..
    tp ojo duwur2 lah ilmunya tar jatoh lo mas..hahaha..just kidding..

    BalasHapus
  4. panjenengan kenal ,NGETHUPRUS omongan tanpo digagas?

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. NgGambleh wae...mocone kesel !

    BalasHapus
  7. Ya iki nostalgia tahun 70-90an, yo aku pernah melu-melu. Ning sak iki isih ora yoo, ra pernah monitor maneh.

    BalasHapus
  8. apakah masih ada pesertanya di 80 meter band sw1

    BalasHapus